Timor Leste di Persimpangan Jalan: Pilih ASEAN atau Persemakmuran Inggris?

13734341571754521210

Oleh : Ricard Radja

TBN.com : Ketika sebuah media online kemarin (9/7/2013) pertama kali menurunkan berita tentang Timor Leste akan bergabung ke Persemakmuran Inggris, reaksi spontan para pembaca media itu langsung mengkait-kaitkannya dengan “dosa” Timor Leste karena melepaskan diri dari NKRI. Ini salah satunya :

1 tahun di timor timur aku bisa rasakan betapa Indonesia dulu hanya buang2 duit utk membangun negara itu,tp apa yg diberikan sm negara kita hanyalah aib di mata dunia, mereka tdk pandai bersyukur, dasar ke**rat.”

Ada juga komenter dengan nada lebih keras :

Menyesal lepas dari Indonesia karena sekarang ternyata hidup susah tanah kering tandus, miskin sumber daya alam, tak ada lapangan kerja, buntutnya ngemis minta di***ah Inggris. Kasihan sekali. Presidenmu kemarin datang ke Sritex tuh minta pabrik bangun di Timur Leste soalnya pada nganggur tanpa lapangan kerja. TNI, tolong jaga perbatasan jgn sampai ada imigran gelap masuk ke NTT.”

(sumber)

Negara baru Timor Leste memang sedang mempertimbangkan untuk bergabung dengan ASEAN atau Persemakmuran Inggris. Namun hitung-hitungan politis dan ekonomis, tampaknya Presiden Taur Motan Ruak condong memilih Persemakmuran Inggris.

Menurut Menlu Timor Leste Jose Luis Guterres, ide ini sudah lama dipertimbangkan. “Presiden sudah mengatakan hal ini berkali-kali, dan presiden juga berharap dukungan dari Australia,” katanya.

Kecondongan itu lebih sebagai tekanan atas kondisi ekonomi dan politik yang labil, mengingat Timor Leste kendati sudah tiga kali berganti Presiden, namun negara itu masih tetap berada dalam masa transisi. Keterbatasan sumber daya ekonomi yang dihadapi ditambah dengan berbagai permasalahan internal yang menimpa Timor Leste menimbulkan kepanikan politik bagi Timor Leste terhadap ancaman intervensi negara-negara besar di sekelilingnya, termasuk Australia. Karenanya, muncul keinginan bagi Timor leste untuk mengambil bagian dalam organisasi regional bersama ASEAN.

Namun apa mau dikata, dalam kondisi yang nyaris tak berdaya itu Menlu Australia Bob Carr pada Desember tahun lalu menganjurkan agar Timor Leste sebaiknya bergabung dengan Commonwealth of Nations, Negara-negara Persemakmuran bekas jajahan Inggris.

“Australia akan senang mendukung setiap langkah oleh Timor Leste untuk bergabung dengan ASEAN, tetapi keanggotaan Persemakmuran menjadi pilihan yang lebih murah dan berpotensi lebih efektif,” kata Carr kepada Radio Australia Connect Asia. (sumber)

Alasan Bob Carr cukup sederhana. Keangotaan Persemakmuran memberikan akses ke forum internasional dengan biaya rendah, sementara tuntutan keanggotaan Asean– dengan ratusan pertemuan regional yang diamanatkan setiap tahun- cukup mahal untuk sebuah negara kecil. “Persemakmuran ini berkembang menjadi sebuah komunitas demokrasi cukup cepat,” kata Carr.

Sejalan dengan keluhan Bob Carr, seorang dosen dari Singapura yang sering memberi kuliah di Timor Leste Barry Desker mengatakan, beberapa konsekuensi yang akan dihadapi Timor Leste bila menjadi anggota ASEAN adalah, harus mengikuti setidaknya 1.000 pertemuan internasional setiap tahunnya. Timor Leste pun diharuskan mengadakan sekitar 100 acara internasional per tahun.

“Saya kira secara finansial hal itu akan terlalu membebani, secara infrastruktur pun negara itu masih kurang memadai untuk melaksanakan acara seperti itu,” ujar pria yang sempat menjadi Duta Besar Singapura untuk Indonesia itu. (sumber)

Benarkah hanya itu alasannya? Bukankah saat ini Timor Leste dan Australia sedang ada sengketa terkait pengelolaan ladang gas the Greater Sunrise di Celah Timor? Timor Leste memang tak bisa lepas dari ‘politik hutang budi’ Australia yang memang berperan besar melepaskan provinsi ke-27 NKRI itu menjadi Negara yang kini bernama Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) itu.

Karenanya, bagi para penggemar berita media di Indonesia, keinginan Timor Leste bergabung ke Persemakmuran Inggris itu tetap dianggap aneh.

“Bukannya anggota persemakmuran adalah negara bekas dijajah Inggris??…sejak kapan elu pade dijajah Inggris?..,” demikian ungkapan keheranan seorang komentator di media yang sama.

Namun, aneh atau tidak, itu urusan internal negara orang. Bagi kita sebagai bangsa, pergumulan Timor Leste itu hendaknya dijadikan pelajaran berharga. Indonesia adalah negara besar, jauh lebih besar dari Timor Leste. Namun kedaulatan kita –maaf- hanya beda tipis dari Timor Leste. Kita kurang tegas terhadap negara-negara asing yang mengincar sumber daya alam kita, khususnya di Papua. Jangan sampai kita rugi dobel (kata orang Kupang). Sudah kekayaan alam kita dikeruk, kedaulatan negeri kita juga diobok-obok. ***

Sumber : Kompasiana / http://luar-negeri.kompasiana.com/2013/07/10/timor-leste-di-persimpangan-jalan-pilih-asean-atau-persemakmuran-inggris-572422.html